Senandung Teh Poci - Mendengar Aspirasi Wong Cilik

16.50

Senandung Teh Poci, Mendengar Aspirasi Wong Cilik

Siang itu udara Jakarta kembali hangat, setelah beberapa hari diguyur hujan deras. Jalanan cukup lengang mengingat waktu masih menunjukkan pukul 11.00 WIB. Kali ini saya sudah rindu sekali ingin menikmati teh poci di warung-warung yang lokasinya berdekatan dengan Masjid Al-Husna, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Semangkuk mie rebus plus telor tak lupa saya pesan. Sebagai ganti nasi yang sudah mulai saya kurangi saat makan siang. Karbohidrat yang tinggi bisa memicu timbunan lemak dalam tubuh. Itu karena saya terbiasa ngantuk sehabis makan nasi. Dan, Alhamdulillah perut saya kembali pada posisi semula, alias tidak terlalu mancung ke depan.

Senandung Teh Poci - Mendengar Aspirasi Wong Cilik
Senandung Teh Poci - Mendengar Aspirasi Wong Cilik

Seorang supir angkot memecah keheningan di warung teh poci. Dengan obrolan santai namun penuh pesan yang mendalam. Yah, seharusnya suara sang supir angkot ini didengar langsung oleh para wakil rakyat, caleg, capres, atau apapun yang berhubungan dengan politik praktis.

Cerita Sang Supir Angkot, Rakyat Butuh Makan

Pembicaraan kembali pecah saat setengah gelas air jeruk hangat berhasil mengusir rasa kantuk sang supir angkot. Ia mulai menumpahkan segala keluh kesahnya sebagai orang biasa, rakyat, atau lebih pasnya sebagai wong cilik.

Ia pun mulai bercerita tentang kekesalannya akibat kebijakan tilang yang sering menimpanya sebagai supir angkot. Dalam penuturannya ia mengungkapkan bahwa denda tilang di "era pemerintahan" sekarang terbilang sangat mahal dan sangat mencekik orang-orang seperti dirinya.

Ditambah lagi dengan harga-harga makanan (sembako) yang makin sulit dijangkau. Dengan penghasilan yang terbilang kecil, sang supir mengaku sudah tak pernah lagi makan daging. Bukan daging sapi seperti yang kita bayangkan, tapi untuk membeli daging ayam pun sudah tak sanggup.

Sebelum beranjak pergi, sang supir mengatakan dengan nada agak tinggi. "Rakyat itu butuh makan, butuh pekerjaan, bukan yang lainnya !", ucapnya dengan raut wajah yang terlihat sangat kecewa. Yah, ia kecewa dengan apa yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam hati saya berkata, apakah suara-suara dari bawah ini bisa sampai dan menembus tembok-tembok istana negara?. Atau bisa terdengar nyaring dan diputar sebagai tayangan wajib para anggota DPR sebelum melakukan rapat?. Saya hanya berharap, semoga.
Previous
Next Post »
0 Komentar