Becak - Antara Masalah Transportasi dan Ketenagakerjaan

15.19
Becak merupakan salah satu jenis transportasi darat yang populer di Indonesia. Alat transportasi tanpa timbal ini boleh dikatakan memiliki peranan yang cukup penting dalam mendukung aktifitas produktif manusia sepanjang hari. Dari mulai mengantar anak sekolah, berbelanja ke pasar, mengirimkan pesanan sayur mayur dan buah-buahan, sampai mengantar turis-turis mancanegara berkeliling di sekitar obyek wisata favorit di berbagai daerah.

Nyatanya kaum hawa terutama ibu-ibu rumah tangga menyatakan bahwa mereka lebih senang memanfaatkan becak sebagai sarana transportasi sehari-hari, dibandingkan menggunakan ojek atau angkot. Selain mampu membawa penumpang dan barang dalam jumlah yang lebih banyak, becak mudah dipesan dan biaya yang harus dikeluarkan juga terbilang cukup murah, hal ini karena abang tukang becak banyak yang mau diajak negosiasi tentang besarnya ongkos mengayuh becak untuk sampai ke tempat tujuan.

Becak - Antara Masalah Transportasi dan Ketenagakerjaan
Becak-Antara Masalah Transportasi dan Ketenagakerjaan
[ Gambar: kompas.com ]

Saat ini di Ibukota keberadaan becak menjadi sorotan tajam, perbincangan utama yang sangat menarik untuk dibahas, mengingat kebijakan memperbolehkan becak kembali beroprerasi di kota Jakarta dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta yang baru Anies Baswedan. Isu sosial, politik, ekonomi, dan lainnya bercampur baur memberitakan kehadiran kembali becak di Jakarta. Dan kita bisa melihat kembali Sejarah Pelarangan Becak di Jakarta berikut ini:

Tahun 1936
Becak mulai beroperasi di Jakarta. Kemudian becak berkembang pesat menjadi angkutan umum penting bagi kota Jakarta. Terhitung sekitar tujuh  tahun sejak kedatangan becak pertama di Jakarta,  jumlahnya sudah mencapai 3900 buah.

Tahun 1970
Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin mengeluarkan instruksi untuk melarang memproduksi dan memasukkan becak ke kota Jakarta, termasuk rayonisasi becak.

Tahun 1971
Pemerintah Daerah DKI Jakarta menetapkan sejumlah jalan protokol di Jakarta dan jalur lintas ekonomi tidak boleh ada becak yang melintas. Pada kurun waktu tersebut jumlah becak sudah mencapai 123.000 buah.

Tahun 1972
DPRD DKI Jakarta mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) No. 4 / 1972, yang isinya antara lain menetapkan becak, sama dengan opelet, bukan jenis kendaraan transportasi yang layak untuk Jakarta.

Tahun 1988
Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto dalam instruksi No. 201/1988, memerintahkan para pejabat lima wilayah Kota Jakarta untuk melakukan penyuluhan terhadap pengusaha dan pengemudi becak dalam rangka penertiban becak di jalan sampai pada penghapusan seluruh becak dari Jakarta. Beliau juga menggalakan kembali kampanye anti becak,  sambil mengumumkan bahwa pekerjaan tukang becak merupakan eksploitasi manusia atas manusia. Gubernur Wiyogo menertibkan becak, mengumpulkannya, lalu dibuang ke laut dan dimanfaatkan sebagai rumah ikan.

Tahun 1990
Pemerintah Daerah DKI Jakarta memutuskan bahwa becak harus dihilangkan dari Kota Jakarta. Dan pada waktu becak yang masih tersisa di Jakarta tercatat berjumlah sekitar 6.282 becak.

Tahun 1998
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menyatakan, bahwa selama masa krisis ekonomi, becak diperbolehkan beroperasi di Ibu Kota. Namun, apabila situasi dan kondisi ekonomi sudah pulih kembali, maka larangan becak beroperasi di kawasan Ibu Kota akan diberlakukan lagi. Setelah seminggu membuat pernyataan yang memperbolehkan becak untuk beroperasi sementara waktu, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menarik kembali pernyataannya. Beliau melarang kembali becak beroperasi di wilayah hukumnya. Alasannya adalah, sepekan setelah diijinkannya becak beroperasi lagi, jumlah becak semakin lama semakin membludak, datang dari luar kota.

Tahun 2001
Pemerintah Daerah DKI Jakarta mengadakan operasi penertiban becak serentak di lima wilayah di DKI Jakarta.

Tahun 2012-2017
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang secara berturut-turut dipimpin Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, dan Djarot Saiful Hidayat tetap mengikuti aturan yang berlaku dengan melarang becak untuk beroperasi di DKI Jakarta.

Tahun 2018
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ingin kembali menghidupkan / mengizinkan becak untuk beroperasi kembali di jalanan Kota Jakarta. Tetapi, Anies Baswedan ingin membuat rute khusus untuk becak dan hanya diperbolehkan beroperasi di kampung-kampung, bukan jalan protokol.

Dilihat dari sudut pandang becak sebagai alat transportasi, keberadaan becak di DKI Jakarta bukanlah satu-satunya yang membuat kemacetan. Persoalannya adalah manajemen transportasi Kota Jakarta boleh dibilang buruk.  Becak dalam jumlah yang banyak apabila dibebaskan beroperasi disemua jalan raya tentu dapat menghambat laju kelancaran.

Upaya untuk menghapus becak dengan cara represif bukanlah satu solusi untuk menyelesaikan masalah karena hal itu justru akan menimbulkan masalah baru yakni masalah keamanan di dalam kota.  Pemerintah Provinsi DKI Jakarta semestinya memberikan alternatif pekerjaan yang secara ekonomi lebih tinggi dari sekedar tukang becak, agar tukang becak dapat meninggalkan becaknya, berganti ke profesi yang baru. Alternatif lainnya yaitu bisa ditempatkan secara terorganisir untuk beroperasi di dalam kawasan perumahan atau di tempat wisata.

Ojek Online, Memberikan Ratusan Ribu Peluang Kerja
Ojek Online, Memberikan Ratusan Ribu Peluang Kerja
[ Gambar: aseanfootball.org ]

Becak harus tetap ada tetapi perlu dibatasi. Pemerintah, baik Pemerintah DKI Jakarta maupun Pemerintah Pusat mestinya sudah mampu menterjemahkan keberadaan becak yang beroperasi di wilayah hukum Ibu Kota. Becak bukan sekedar jenis transportasi yang disukai masyarakat, tetapi keberadaan becak merupakan simbol dari suara wong cilik. Pesan yang dapat dibaca dari keberadaan becak, ojek online, taksi online adalah bahwa mereka dan juga orang-orang di sekitar tempat tinggal kita, benar-benar membutuhkan pekerjaan.

Artinya ini kewajiban Pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja yang layak dan sesuai standar. Ketika suara-suara itu tak "terjemahkan" dengan baik, maka pilihan yang logis adalah para tukang becak, ojek online memilih untuk mengambil peluang-peluang kerja yang ada di depan mata mereka. Yah, pekerjaan yang halal, tanpa regulasi atau prosedur yang berbelit. Sekali lagi, ini adalah suara hati rakyat sebenarnya, yah pada dasarnya mereka ingin berkata bahwa mereka sangat membutuhkan pekerjaan. Bukankah setiap warga negara berhak untuk mencari rezeki yang halal di negerinya sendiri?
Previous
Next Post »

6 komentar

  1. Kalau pandangan saya orang becak itu karena tidak punya skill lainnya, bisanya becak ya becak, harus diperhatikan dengan baik, bukannya dilarang, kalaupun dilarang berikan solusi misal dilatih beri ketrampilan wirausahawan misalnya, agar bisa mencari nafkah selain jadi tukang becak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selain menyediakan lapangan kerja, tugas negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa juga penting. Pendidikan bukan hanya di sekolah. Tersedianya fasilitas bagi warga negara untuk bisa membaca buku, mengakses informasi, juga merupakan bagian dari pendidikan. Terima kasih sudah berkunjung sobat Agoes Supriyono.

      Hapus
  2. Becak kayuh itu kalau dipikir-pikir tidak manusiawi! Berat becaknya aja sudah lebih dari 100 kilo, ditambah dengan penumpangnya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha...makanya abang tukang becak bisa cepet six pack bodynya.

      Hapus
  3. Balasan
    1. Memang harus didaur ulang dengan sentuhan teknologi, siapa tahu ada becak yang bisa mabur, terbang melintasi kota, hehehe.

      Hapus