Menyelaraskan Kurikulum Pendidikan Dengan Cetak Biru Masa Depan Bangsa

13.44
Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Kurikulum sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan (sekolah) dewasa ini menjadi sangat penting untuk dibicarakan sebagai konsekuensi bertumbuhnya peradaban dunia dan perubahan yang cukup drastis di bidang ekonomi. Ketika sebuah negara mengalami pertumbuhan yang cukup lambat dilihat dari berbagai bidang kehidupan, kemampuan suatu negara dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia yang handal dan mumpuni kembali dipertanyakan. Apa yang kurang atau apa yang salah dan terjadi terus-menerus sepanjang tahun di negara tersebut? Kemudian kurikulum menjadi hal yang layak untuk dianalisa, sejauh mana kurikulum yang ada di negara tersebut mampu menelurkan generasi-generasi yang siap membawa suatu negara menjadi lebih maju dan berkembang. Sebelum kita membahas tentang kurikulum pendidikan yang ada di Indonesia, ada baiknya kita simak dua cerita berikut ini:

Cerita Pertama  - SEKOLAH 'KNOWING' vs SEKOLAH 'BEING' [Dikutip dari WA Group]
Kantor kami, Perusahaan PMA dari Jepang, mendapat pimpinan baru  dari Perusahaan induknya di Jepang. Ia akan menggantikan Pimpinan yang lama yang memang sudah waktunya untuk balik ke negaranya. Sebagai partner, saya ditugaskan untuk mendampinginya selama ia berada di Indonesia. Saya menawarkan kepadanya selain perkenalan kepada relasi  juga, untuk melihat-lihat objek wisata kota Jakarta dan Bandung.
 
Pada saat kami ingin menyeberang jalan, teman saya ini selalu berusaha untuk mencari zebra cross. Berbeda dengan saya dan orang Jakarta yang lain, dengan mudah menyeberang di mana saja sesukanya. Teman saya ini tetap tidak terpengaruh oleh situasi. Dia terus mencari zebra cross ataupun jembatan penyeberangan, setiap kali akan menyeberang. Padahal di Indonesia tidak setiap jalan dilengkapi dengan sarana seperti itu.

Yang lebih memalukan, meskipun sudah ada zebra cross tetap saja para pengemudi tancap gas, tidak mau mengurangi kecepatan guna memberi kesempatan pada para penyeberang. Teman saya geleng-geleng kepala mengetahui perilaku masyarakat kita. Akhirnya saya coba menanyakan pandangan teman saya ini mengenai fenomena menyeberang jalan tadi.

Saya bertanya, mengapa orang-orang di negara ini menyeberang tidak pada tempatnya, meskipun mereka tahu bahwa zebra cross itu adalah sarana untuk menyeberang jalan. Sementara kenapa dia selalu konsisten mencari zebra cross meskipun tidak semua jalan di negara kami dilengkapi dengan sarana tersebut.

Pelan-pelan dia menjawab pertanyaan saya, "It's all happened because of The Education System." Saya kaget juga  mendengar jawabannya. Apa hubungannya menyeberang jalan sembarangan dengan sistem pendidikan? Dia melanjutkan penjelasannya, Di dunia ini ada 2 jenis sistem pendidikan, yang pertama adalah sistem pendidikan yang hanya menjadikan anak-anak kita menjadi mahluk 'Knowing' atau sekedar tahu saja, sedangkan yang kedua sistem pendidikan yang mencetak anak-anak menjadi mahluk 'Being'.

Apa maksudnya?
Maksudnya, sekolah hanya bisa mengajarkan banyak hal untuk diketahui para siswa. Sekolah tidak mampu membuat siswa mau melakukan apa yang diketahui sebagai bagian dari kehidupannya. Anak-anak tumbuh hanya menjadi 'Mahluk Knowing', hanya sekedar 'mengetahui' bahwa:
- zebra cross adalah tempat menyeberang,
- tempat sampah adalah untuk menaruh sampah.

Tapi mereka tetap menyeberang dan membuang sampah sembarangan. Sekolah semacam ini biasanya mengajarkan banyak sekali mata pelajaran. Tak jarang membuat para siswanya stress, pressure dan akhirnya mogok sekolah. Segala macam mata pelajaran diajarkan dan banyak hal yang diujikan, tetapi tak satupun dari siswa yang menerapkannya setelah ujian. Ujiannya pun hanya sekedar tahu, atau 'Knowing' saja.

Di negara kami, sistem pendidikan benar-benar diarahkan untuk mencetak manusia-manusia yang "tidak hanya *TAHU* apa yang benar tetapi *MAU* melakukan apa yang benar sebagai bagian dari kehidupannya". Di negara kami, anak-anak hanya diajarkan 3 mata pelajaran pokok:
1. Basic Sains
2. Basic Art
3. Sosial

Dikembangkan melalui praktek langsung dan studi kasus dan dibandingkan dengan kejadian nyata di seputar kehidupan mereka. Mereka tidak hanya *TAHU*, mereka juga *MAU* menerapkan ilmu yang diketahui dalam  keseharian hidupnya. Anak-anak ini juga tahu persis alasan mengapa mereka mau atau tidak mau melakukan sesuatu.

Cara ini mulai diajarkan pada anak sejak usia mereka masih sangat dini agar terbentuk sebuah kebiasaan yang kelak akan membentuk mereka menjadi mahluk 'Being', yakni manusia-manusia yang melakukan apa yang mereka tahu benar. Betapa sekolah begitu memegang peran yang sangat penting bagi pembentukan perilaku dan mental anak-anak bangsa. Tidak hanya sekadar berfungsi sebagai lembaga sertifikasi yang hanya mampu memberi ijazah kepada para anak bangsa.

Karakter, perilaku dan kejujuran adalah landasan untuk membangun anak didik yang lebih beradab dalam berperilaku. Bukan sekadar angka-angka akademik seperti yang tertera di buku-buku raport sekolah ataupun Indeks Prestasi IPK.

Kejujuran dan etika moral adalah prioritas utama, sedangkan kepintaran itu kita kembangkan kemudian,  karena setiap anak terlahir pintar dan pendidikan itu sendiri adalah perkembangan. Oleh sebab itu, seyogyanya, kita tidak perlu terlalu risau jika seorang anak belum bisa Calistung ( baca tulis hitung ) atau Pipolondo ( Ping Poro Lan Sudo )  saat masuk SD atau bahkan setelah sekolah SD sekalipun, Tapi mestinya  harus peduli jika sorang anak tidak jujur dan beretika buruk. "Pendidikan itu bukan persiapan untuk hidup, karena  pendidikan adalah kehidupan itu sendiri."  (John Dewey)

Cerita Kedua - Bagian HRD Sebuah Perusahaan Kesulitan Mencari Karyawan [LikedIn Social Media]
Sebuah posting di situs social media Likedin mengabarkan keresahan bagian HRD sebuah peusahaan yang merasa kesulitan mencari karyawan untuk menduduki posisi pekerjaan yang diiklankan. Kesulitan yang mereka maksudkan adalah karyawan yang siap kerja dan dapat langsung beradaptasi dengan dunia kerja. Hal ini mengingat tidak semua perusahaan memiliki waktu dan SDM yang cukup untuk melatih (training) karyawan baru. Maka mencari karyawan yang ready untuk bekerja adalah suatu keharusan. Dan salah seorang relasi berkomentar bahwa ada lebih kurang 10 juta orang pengangguran, kok perusahaan masih kesulitan mencari karyawan?

Kesimpulan 1 - Kurikulum di Indonesia Mesti Dirombak Besar-besaran
Salah satu indikator keberhasilan penerapan kurikulum adalah terserapnya lulusan sekolah ke berbagai bidang pekerjaan, pembentukan bisnis baru, disertai testimoni pimpinan perusahaan yang menyatakan kepuasan terhadap lulusan dari sekolah-sekolah yang ada di Indonesia. Namun, kabar yang didapatkan adalah sangat mengejutkan, bahwa lulusan sekolah dan universitas yang ada di Indonesia rata-rata belum siap bekerja dan mereka buta sama sekali dengan yang namanya budaya kerja.

Perusahaan dan Pemerintah musti duduk bersama membahas tentang kurikulum pendidikan agar selaras dengan kebutuhan perusahaan dalam mendapatkan karyawan yang benar-benar siap bekerja. Disamping itu apabila lulusan sekolah atau universitas tersebut memutuskan untuk membuka usaha baru, maka ia dapat mewujudkannya dengan mudah karena sudah dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni.

Berkaca dari cerita pertama tentang orang Jepang yang kaget melihat perilaku orang Indonesia dalam berlalu lintas, kurikulum di Indonesia mustinya cukup mengajarkan empat mata pelajaran saja, yakni:
  • Agama
  • PKn
  • Bahasa Indonesia
  • Matematika
Empat mata pelajaran tersebut saya rasa sudah lebih dari cukup untuk diajarkan di sekolah, sementara mata pelajaran lainnya dimasukkan ke dalam mata pelajaran peminatan yang bisa dipilih peserta didik sesuai dengan cita-cita mereka. Bahasa Inggris tidak perlu diwajibkan, karena pengalaman membuktikan, peserta didik belajar bahasa Inggris lebih dari 5 tahun tetap tidak menghasilkan kemampuan yang mumpuni. Kenapa? Karena pelajaran Bahasa Inggris tersebut tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga wajar jika kemampuan anak adalah nol sebagai akibat anak kesulitan mengkaitkan apa yang mereka pelajari dengan kehidupan sehari-hari. Dan yang perlu diingat bahwa kesuksesan tidak ditentukan oleh kemahiran dalam bahasa Inggris, bisa jadi anak tersebut akan sangat sukses jika belajar bahasa Mandarin misalnya. Jadi, pelajaran bahasa diluar bahasa Indonesia dimasukkan ke peminatan / eskul.

Kesimpulan 2 - Kurikulum di Indonesia Harus Selaras Dengan Cetak Biru Masa Depan Bangsa
Cetak biru masa depan bangsa merupakan dokumen negara yang berisi visi, misi suatu negara, beserta program-program yang dilakukan untuk mewujudkan Visi dan Misi tersebut. Cetak biru ini tidak boleh bergantung pada satu masa kepemimpinan seorang presiden saja, namun merupakan program jangka panjang yang wajib dipatuhi oleh siapapun orang yang menjabat sebagai presiden. Karena cetak biru ini bisa berlaku mulai dari 10 tahun, 20 tahun, 50 tahun, bahkan sampai 100 tahun kedepan.

Dalam cetak biru masa depan bangsa ini dituliskan dalam beberapa puluh tahun Indonesia akan menjadi negara yang seperti apa. Jika Visi dan Misi negara ini adalah menjadi yang terdepan di bidang maritim misalnya, maka dalam misi dan program kerjanya akan tertuang seberapa banyak perusahaan yang akan dibangun pemerintah, seberapa banyak infrastruktur yang akan dibuat, seberapa banyak kebutuhan Sumber Daya Manusia yang harus disiapkan berkaitan dengan bidang tersebut. Nah, kurikulum nanti akan selaras dengan Cetak Biru Masa Depan bangsa ini karena cetak biru tentu dibuat dengan analisis dan pendataan yang akurat tentang berbagai hal yang ada di negara Indonesia dari mulai jumlah penduduk usia produktif, potensi sumber daya alam, peralatan yang sudah ada, dan lain sebagainya.

Sangat disayangkan saya sebagai warga negara Indonesia tidak mendapatkan informasi yang jelas tentang Visi dan Misi negara ini, sebagai akibat kurang pro aktifnya pemerintah memberikan informasi yang clear kepada publik. Bagaimana dunia pendidikan akan mampu membuat kurikulum yang berkualitas, sementara cetak biru masa depan bangsa pun tak ada?
Previous
Next Post »

4 komentar

  1. Betul sekali sobat...
    Kunci utama maju mundurnya bangsa tergantung pendidikan dan kurikulum yg berkwalitas, saya juga prihatin kalau lihat kurikulum yg sekarang makin mundur jika dibandingkan dg jaman dulu..... malah masih bagus pendidikan jaman dulu mutunya tinggi
    yg sekarang hanya mencari nama saja....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga nanti akan ada perbaikan / perombakkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan bangsa dan negara. Terima kasih atas kunjungannya Bang Rustadi.

      Hapus