Tingginya biaya hidup di kota besar seperti Jakarta semakin hari
semakin mahal dan ini cukup memberatkan bagi kepala keluarga yang tidak
memiliki penghasilan tetap. Seperti biaya sewa tempat tinggal, biaya
transportasi, biaya listrik dan air, biaya makan sehari-hari yang harus
bisa tercukupi agar keluarga tetap rukun dan sejahtera.
Sistem ekonomi modern yang mensyaratkan uang sebagai alat transaksi memberikan konsekuensi logis yang mewajibkan manusia modern harus memiliki sejumlah uang untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Inflasi adalah kenyataan pahit yang musti diterima dengan lapang dada alias legowo. Inflasi terjadi karena nilai uang semakin hari semakin merosot dibanding nilai barang dan jasa.
Untuk
mendapatkan kamar satu petak saja, warga kota Jakarta harus
mengeluarkan uang sebesar 500 ribu rupiah sampai dengan 1 juta rupiah
per bulan tergantung fasilitas dan kelengkapan penunjang lainnya yang
diberikan oleh pemilik rumah sewa atau kontrakan. Dengan penghasilan
kurang dari 3 juta rupiah per bulan, biaya sewa kontrakan dirasa cukup
memberatkan. Belum lagi apabila sebagian anggota keluarga masih
berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa, tentu semakin menguras dan mempersempit
peluang untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarga.
Surat Cinta Dari Kerabat
Dalam
kondisi yang serba kekurangan, terbesit pemikiran untuk meminjam
sejumlah uang kepada sanak famili atau seseorang yang sudah dikenal
cukup dekat dan dapat diajak komunikasi. Karena berhutang merupakan
aktivitas yang membutuhkan keterampilan komunikasi personal yang
mumpuni. Berbagai macam bujuk rayuan pun dilakukan agar si calon pemberi pinjaman bersedia meminjamkan uangnya sesuai permintaan si penghutang, atau dalam istilah perbankan adalah debitur.
Namun kali ini, saya ingin berbagi kejadian unik
yang dialami oleh sepupu saya, dimana ia mendapatkan sepucuk "surat
cinta dari kerabat" atau surat permohonan hutang dari seseorang yang masih ada
hubungan kekerabatan. Dalam surat tersebut, sepupu saya ini dimintai
tolong untuk memberikan pinjaman uang sebesar 5 juta rupiah dan sang
peminjam berjanji akan mengembalikan uang tersebut dalam jangka waktu
lima bulan. Saya pun tertawa geli ketika membaca surat tersebut pada kalimat "ekonomi saya lagi hancur, saya ingin menormalkan ekonomi saya."
Hal ini tentu membuat saya sangat prihatin adalah etika tidak baik si pemohon yang tidak memberikan alasan
yang rasional dalam mengajukan pinjaman. Hemmm....kira-kira bagaimana
reaksi Anda ketika mendapatkan sepucuk "surat cinta dari kerabat" alias surat
permohonan hutang seperti ini ya? Tertawa geli, kasihan, atau marah?
Yah...semoga saja Allah swt. selalu melapangkan rezeki kita sehingga kita
tidak sampai berhutang dengan cara yang menurut hemat saya kurang sopan.
0 Komentar